Secara makro pengembangan karakter
melalui active learning dapat dibagi dalam tiga tahap, yakni perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi hasil.
·
Pada tahap perencanaan dikembangkan perangkat pembelajaran active
learning dengan mengimplementasikan pendidikan karakter yang digali,
dikristalisasikan, dan dirumuskan dengan menggunakan berbagai sumber, antara
lain pertimbangan: (1) filosofis – Agama, Pancasila, UUD 1945, dan UU N0.20
Tahuin 2003 beserta ketentuan perundang-undangan turunannya;(2) pertimbangan
teoritis- teori tentang otak, psikologis, nilai dan moral, pendidikan (pedagogi
dan andragogi) dan sosial-kultural; dan (3) pertimbangan empiris berupa
pengalaman dan praktek terbaik (best practices) dari antara lain
tokoh-tokoh, sekolah unggulan, pesantren, kelompok kultural dll.
·
Pada tahap implementasi dikembangakan pengalaman belajar (learning
experiences) dengan pendekatan active learning dan proses pembelajaran yang
bermuara pada pembentukan karakter dalam diri individu peserta didik. Proses
ini dilaksanakan melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan sebagaimana
digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional.
Proses ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni dalam kampus/sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Dalam masing-masing pilar pendidikan akan ada dua
jenis pengalaman belajar (learning experiences) yang dibangun melalui
dua pendekatan yakni intervensi dan habituasi. Dalam intervensi
dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja dirancang
untuk mencapai tujuan pembentulkan karakter dengan menerapkan kegiatan yang
terstruktur (structured learning experiences). Sementara itu dalam
habituasi diciptakan situasi dan kondisi (persistence life situation) yang
memungkinkan peserta didik di kampus/sekolahnya, di rumahnya, di lingkungan
masyarakatnya membiasakan diri belajar secara aktif dan mandiri seta
berprilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan
dipersonalisai dari dan melalui proses intervensi. Kedua proses tersebut-
intervensi dan habituasi harus dikembangkan secara sistemik dan holistik.
· Pada tahap evaluasi
hasil, dilakukan asesmen yang terintergrasi mencakup penilaian proses dimana
active learning terpantau sekaligus untuk perbaikan berkelanjutan yang sengaja
dirancang dan dilaksanakan untuk menditeksi aktualisasi karakter dalam
diri peserta didik sebagai indikator bahwa proses pembudayaan dan pemberdayaan
karakter melalui active learning itu berhasil dengan baik.
menurut Berkowitz (2002) ,
strategi pengembangan karakter yang baik adalah :
1.
Pendidikan karakter
dilaksanakan secara aktif
2.
Pendidikan karakter
yang diterapkan diikuti secara aktif oleh anak didik
Beberapa prinsip yang dikembangkan
dalam mengimplementasikan pendidikan karakter melalui active learning di
UNY, adalah:
- Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan (value is neither cought nor taught, it is learned) (Hermann, 1972) mengandung makna bahwa materi nilai-nilai dan karakter yang dalam hal ini tertuang dalam visi UNY (bernurani, cendikia, dan mandiri) bukanlah bahan ajar biasa. Tidak semata-mata dapat ditangkap sendiri atau diajarkan, tetapi lebih jauh diinternalisasi melalui proses belajar. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan mata kuliah atau pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata kuliah MKDU (agama, dan kewarganegaraan, kewiraan, dll.). Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa. Oleh karena itu dosen tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai karakter. Juga, dosen tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Dengan active learning maka satu aktivitas belajar dapat didesain dan digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang didalamnya mengandung muatan karakter. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai karakter tidak ditanyakan dalam ujian. Walaupun demikian, mahasiswa perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna nilai terebut.
- Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai karakter bangsa dilakukan oleh mahasiswa bukan oleh dosen. Dosen menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan mahasiswanya. Prinsip ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka dosen menuntun mahasiswa agar secara aktif (tanpa mengatakan kepada mahasiswa bahwa mereka harus aktif tapi dosen merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data/fakta/nilai, menyajikan hasil rekonstruksi/proses pengembangan nilai) menumbuhkan nilai-nilai karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas pembelajaran, lingkungan kampus, dan tugas-tugas di luar kampus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar